Selasa, November 18, 2008

Perihal Parliamentary Threshold dalam Pemilu 2009

Setiap kemungkinan dapat terjadi dalam arena politik demokrasi. Begitu juga halnya dengan kemungkinan berubahnya aturan mengenai parliamentary threshold (PT) sebesar 2,5% bagi partai-partai politik peserta Pemilu 2009. Dalam perkembangan mutakhir, sebanyak 18 parpol yang diantaranya adalah PPD, PKNU, Partai Hanura, PPI, PDP, PPPI, PDK, Partai Patriot, dan Partai Gerindra kini tengah bersiap-siap memutar haluan guna mengajukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi terhadap aturan PT yang terpendar dalam UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu.

Asumsi yang dikemukakan oleh 18 parpol bahwa PT tidak sesuai dengan asas demokrasi dan akan menghanguskan perolehan suara parpol yang tidak dapat menembus ambang batas. Selain itu, penerapan PT dinilai telah memasung proses demokratisasi dan juga tidak mengakomodasi kepentingan seluruh komponen potensi politik bangsa.

Kekhawatiran mereka didasarkan pada pasal 202 ayat (1) dimana partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Artinya, parpol yang tidak mendapat suara sebesar 2,5% secara nasional tidak akan dapat mendudukan wakilnya di parlemen. Dari fenomena tersebut, tampak bahwa selain klaim demokrasi yang diajukan oleh beberapa parpol tersebut, klaim kekuasaan juga kental terasa atmosfernya.

Berdasarkan aturan, ketentuan PT hanya berlaku secara nasional dan tidak berlaku di daerah. Jadi, parpol yang tidak lolos PT secara nasional tetap dapat mengirimkan wakil-wakilnya di parlemen daerah sejauh dapat memenuhi suara sekurang-kurangnya 30% dari bilangan pembagi pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan.

Terlepas dari berbagai polemik yang menyertainya, aturan PT sangat berguna untuk melakukan seleksi terhadap partai yang benar-benar berkualitas dan dipilih oleh rakyat. Dengan adanya PT, partai yang hanya ingin bertaruh dengan mencari peruntungan akan cepat terlikuidasi. Melalui mekanisme ini, kondisi di internal parlemen besar kemungkinan akan jauh lebih stabil karena semakin mengecilya fragmentasi politik.

Sebagai gambaran, jika PT diterapkan pada pemilu 2004, aturan ini secara otomatis dapat memangkas jumlah fraksi di DPR. Dari 24 parpol, hanya ada 8 parpol yang bertahan di Senayan karena dapat mengirimkan wakilnya. Jumlah fraksipun akan semakin sedikit karena polarisasi yang disebabkan perbedaan ideologi menyempit dan kesamaan ideologi dimungkinkan akan membuat mereka bergabung dalam fraksi yang sama. Untuk pemilu 2009, dimungkinkan hanya akan ada sekitar 10 sampai 15 partai yang dapat mengirimkan wakilnya ke Senayan.***

Tidak ada komentar: